Sabtu, 04 April 2015

Pengertian Korupsi

 Korupsi

 

blog edukasi

 

      Korupsi mungkin kata yang tak asing di Negeri ini walau kita telah sering berganti kepemimpinan dan sistem pemerintahan dari orde lama sampai orde sekarang yaitu reformas namun  yang namanya korupsi seolah tak mau juga hilang dari sistem pemerintahan kita baik dari pejabat kelas atas maupun kelas bawah di TV masih juga sering kita mendengar kasus korupsi atau juga di media lainnya seperti media massa berupa koran atau majalah maupun media elektronik termasuk internet entah sampai kasus ini bisa hilang atau setidaknya berkurang dari Negeri tercinta  Indonesia, dalam artikel kali ini saya akan membahas tentang pengertian korupsi semoga artikel ini dapat mencerahkan anak bangsa ini sehingga muncul generasi baru yang benar - benar anti korupsi dan di bawah ini penjelasanya

A. Pengertian Korupsi

            Korupsi berasal dari suatu kata dalam bahasa Inggris yaitu corrupt, yang berasal dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah dan jebol. Menurut Bernardi (1994) istilah korupsi juga dapat diartikan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Sementara Hermien H.K. (1994) mendefinisikan korupsi sebagai kekuasaan tanpa aturan hukum. Oleh karena itu, selalu ada praduga pemakaian kekuasaan untuk mencapai suatu tujuan selain tujuan yang tercantum dalam pelimpahan kekuasaan tersebut.

B. Pola-Pola Korupsi

          Baswir (1993) menjelaskan ada 7 pola korupsi yang sering dilakukan oleh oknum-oknum pelaku tindak korupsi baik daari kalangan pemerintah maupun swasta. Ketujuh pola tersebut meliputi : 
  1. pola konvensional, 
  2. pola upeti
  3. pola komisi
  4. pola menjegal order
  5. pola perusahaan rekanan
  6. pola kuitansi fiktif dan 
  7. pola penyalahgunaan wewenang. 
Untuk menanggulangi terjadinya korupsi yang bermacam-macam jenisnya ini diperlukan strategi khusus dari semua bidang, meskipun untuk menghilangkan sama sekali praktik korupsi adalah sesuatu yang mustahil, tertapi setidaknya-tidaknya ada upaya untuk menekan terjadinya tindak korupsi. Strategi yang dibentuk hendaknya melibatkan seluruh lapisaan masyarakat dan pejabat struktur pemerintahan.
         Sementara menurut Fadjar (2002) pola terjadinya korupsi dapat dibedakan dalam tiga wilayah besar yaitu ; Pertama, bentuk penyalahgunaan kewenangan yang berdampak terjadinya korupsi adalah pertama; Mercenery abuse of power, penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang yang mempunyai suatu kewenangan tertentu yang bekerjasama dengan pihak lain dengan cara sogok-menyogok, suap, mengurangi standar spesifikasi atau volume dan penggelembungan dana (mark up). Penyalahgunaan wewenang tipe seperti ini adalah biasanya non politis dan dilakukan oleh level pejabat yang tidak terlalu tinggi kedudukannya.
         Kedua, Discretinery abuse of power, pada tipe ini penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat yang mempunyai kewenangan istimewa dengan mengeluarkan kebijakan tertentu misalnya keputusan Walikota/Bupati atau berbentuk peraturan daerah/keputusan Walikota/Bupati yang biasanya menjadikan mereka dapat bekerjasama dengan kawan/kelompok (despotis) maupun dengan keluarganya (nepotis).
         Ketiga, Idiological abuse of power, hal ini dilakukan oleh pejabat untuk mengejar tujuan dan kepentingan tertentu dari kelompok atau partainya. Bisa juga terjadi dukungan kelompok pada pihak tertentu untuk menduduki jabatan strategis di birokrasi/lembaga ekskutif, dimana kelak mereka akan mendapatkan kompensasi dari tindakannya itu, hal ini yang sering disebut politik balas budi yang licik. Korupsi jenis inilah yang sangat berbahaya, karena dengan praktek ini semua elemen yang mendukung telah mendapatkan kompensasi.

C. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi

          Terjadinya korupsi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu 
  1. sistem pemerintahan dan birokrasi yang memang kondusif untuk melakukan penyimpangan, 
  2. belum adanya sistem kontrol dari masyarakat yang kuat, dan belum adanya perangkat peraturan dan perundang-perundangan yang tegas. 
Faktor lainnya menurut Fadjar (2002) adalah tindak lanjut dari setiap penemuan pelanggaran yang masih lemah dan belum menunjukkan “greget” oleh pimpinan instansi. Terbukti dengan banyaknya penemuan yang ditutup secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas serta tekad dalam pemberantasan korupsi dan dalam penuntasan penyimpangan yang ada dari semua unsur tidak kelihatan. Disamping itu kurang memadainya sistem pertanggungjawaban organisasi pemerintah kepada masyarakat yang menyebabkan banyak proyek yang hanya sekedar pelengkap laporan kepada atasan.

          Menurut Arifin (2000) faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah:
  1. aspek prilaku individu organisasi, 
  2. aspek organisasi, dan
  3. aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada. 
Sementara menurut Lutfhi (2002)
faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah:
  1.  motif, baik motif ekonomi maupun motif politik, 
  2.  peluang, dan 
  3.  lemahnya pengawasan. 

Mungkin hanya itu yang bisa saya jelaskan tentang pengertian korupsi semoga bermanfaat terima kasih

0 komentar:

Posting Komentar

SILAHKAN BERKOMENTAR DI SINI

 

Blogger news

About

Copyright © BLOG EDUKASI Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger